UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
1 TAHUN 2013
TENTANG
LEMBAGA
KEUANGAN MIKRO
Menimbang :
a. bahwa untuk
menumbuhkembangkan perekonomian rakyat menjadi tangguh, berdaya, dan mandiri
yang berdampak kepada peningkatan perekonomian nasional yang
diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional;
b. bahwa masih
terdapat kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan atas layanan jasa
keuangan mikro yang memfasilitasi masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan
rendah, yang bertujuan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat;
c. bahwa untuk
memberikan kepastian hukum dan memenuhi kebutuhan layanan keuangan terhadap
masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah, kegiatan layanan jasa
keuangan mikro dan kelembagaannya perlu diatur secara Iebih komprehensif sesuai
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c perlu membentuk Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro;
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan
yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro
kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa
konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
2. Simpanan
adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada LKM dalam bentuk tabungan
dan/atau deposito berdasarkan perjanjian penyimpanan dana.
3. Pinjaman
adalah penyediaan dana oleh LKM kepada masyarakat yang harus dikembalikan
sesuai dengan yang diperjanjikan.
4. Pembiayaan
adalah penyediaan dana oleh LKM kepada masyarakat yang harus dikembalikan
sesuai dengan yang diperjanjikan dengan prinsip syariah.
5. Penyimpan
adalah pihak yang menempatkan dananya pada LKM berdasarkan perjanjian.
6. Pemerintah
Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
7. Pemerintah
Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
8. Otoritas Jasa
Keuangan adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Otoritas Jasa Keuangan.
LKM didefinisikan sebagai lembaga
keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan
pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha
skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun
pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari
keuntungan.
Lembaga keuangan Mikro (LKM)
sangat lah membantu kalangan masyarakat umumnya, dengan adanya LKM masyarakat
bisa membuat usaha dan akan mengakibatkan :
- meningkatkan
kualitas kehidupannya dan kesejahteraan
- mengurangi
tingkat kemiskinan
- pengganguran
berkurang karena tersedianya lapangan pekerjaan.
- memperluas ruang
lingkup mikro
- pemberdayaan perempuan atau kelompok-kelompok
penduduk yang kurang beruntung.
Dengan
Undang–Undang ini, masyarakat diberikan landasan hukum dan kepastian hukum
terhadap kegiatan lembaga keuangan mikro. Agar dapat menjamin kegiatan dari
masyarakat apabila mengalami penyalahgunaan atas pinjaman yang didapatkan (penipuan)
sehingga masyarakat dapat melalukan usahanya dan dapat meningkatkan
kesejahterannnya.
Undang-Undang ini
:
1. memuat
substansi pokok mengenai ketentuan lingkup LKM, konsep Simpanan dan
Pinjaman/Pembiayaan dalam definisi LKM, asas dan tujuan.
2. mengatur
kelembagaan, baik yang mengenai pendirian, bentuk badan hukum, permodalan,
maupun kepemilikan
3. mengatur juga
mengenai kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam skala mikro kepada
anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi
pengembangan usaha, serta cakupan wilayah usaha suatu LKM yang berada dalam
satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota sesuai dengan
perizinannya
4. mengatur pula ketentuan mengenai
tukar-menukar informasi antar-LKM. Undang-Undang ini juga mengatur mengenai
penggabungan, peleburan, dan pembubaran. perlindungan kepada pengguna jasa LKM,
pembinaan dan pengawasan LKM, diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dengan
didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau pihak lain yang
ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Namun sebenarnya dengan adanya
Undang Undang ini secara tidak langsung LKM termasuk Koperasi harus tunduk pada
undang – undang ini, dimana ada beberapa syarat yg harus dipenuhi untuk
mendirikan LKM. Dan satu yg mungkin terlihat jelas kurang baik adalah dalam
pasal 5 ayat (2) yg isinya Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, sahamnya paling sedikit 60% (enam puluh persen) dimiliki oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan. Ini
menandakan bahwa semangat masyarakat dapat berkurang dan akan adanya
ketergantung pada pemerintah daerah.
Hal lain terlihat pada pasal 9 “
Sebelum menjalankan kegiatan usaha, LKM harus memiliki izin usaha dari Otoritas
Jasa Keuangan. Untuk memperoleh izin usaha LKM sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), harus dipenuhi persyaratan paling sedikit mengenai: susunan organisasi dan
kepengurusan; permodalan; kepemilikan; dan kelayakan rencana kerja.
Dan pada Pasal 10 Ketentuan lebih
lanjut mengenai permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b,
kepemilikan LKM seperti berbadan hukum koperasi, bukan hanya harus tunduk pada
rezim Kementerian Koperasi dan UKM, namun harus tunduk pada rezim OJK. Ini
jelas bahwa akan terjadi mengakibatkan tumpang tindih dalam pengaturan aturan
yang lainnya
Cakupan wilayah usaha diatur pada
pasal 16.18 seharusnya tidak perlu ditetapkan karena LKM sebenarnya seharusnya diperbesar,
semakin besar dan luas cakupan usaha LKM maka semakin banyak pula masyarakat
yang berpenghasilan rendah bisa dilayani dan akan meningkatkan kesejahteraan.
Jadi yang paling penting bukanlah pembatasan wilayah usaha melainkan pembatasan
pinjaman atau pembiayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar